Wawasan Cyber-Politics: Hakctivism, Cybercrime/Cybermafia, Cyberterrorism, dan Cyberwarfare
Dunia global dan kemajuan teknologi modern, perkembangan internet beserta aktivitas di dunia maya/cyber tidak terlepas dari meningkatnya aksi-aksi kejahatan dan kriminalitas untuk tujuan profit, sosial-politik atau sebaliknya hanya sekedar penyebaran ideologi individu semata. Namun yang sangat disayangkan hari ini, masyarakat umum ternyata masih agak awam dalam memahami perbedaan diantara aksi-aksi di dunia maya yang kerap melibatkan teknik hacking komputer dengan beragam motif tersebut.
Sederhananya, seorang kriminalitas cyber di dunia maya (cracker=perusak) berbeda dengan hacker, berbeda dengan hacktivist, berbeda dengan cyberterrorist.
Hacktivism
Sebut saja Political Acktivism atau yang dikenal dengan istilah ‘Hacktivism’ yang berbeda secara definisi dan implementasi dengan Cybercrime apalagi Cyberterrorism. Namun pembedaan ini menjadi kabur seiring dengan minimnya informasi dan sosialisasi kepada masyarakat, sehingga konotasi negatif kerap melekat dan sebaliknya mereka para pemula yang minim wawasan (baca: internet users/pecinta teknologi) justru semakin terbodohi oleh statement-statement antipolitik di dunia maya.
Hacktivism secara definisi dimaknai sebagai aksi yang tidak menggunakan kekerasan fisik juga tidak menimbulkan kekerasan fisik secara langsung dengan menggunakan teknik hacking komputer untuk tujuan-tujuan politis. Mengutip Samuel dalam pembatasan disertasi Harvard nya “hacktivism is the nonviolent use of illegal or legally ambigous digital tools in pursuit of political ends.” Bentuk aksi Hacktivism misalnya seperti yang dilakukan kelompok Hacktivism pertama the Cult of the Dead Cow di Amerika salahsatunya lewat aksi developing ‘Goolag Tool’ sebagai bentuk protes atas dominasi microsoft, atau kelompok The Electrohippies di Inggris dengan Gerakan propaganda Anti-Globalisasi nya di dunia maya.
Hacktivism berbeda dengan Cyber-crime dan Cyberterrorism yang dari aksi non-fisiknya dapat menimbulkan kekerasan fisik di dunia nyata. Seorang hacktivist tidak melakukan aksi (sekalipun ilegal) untuk tujuan profit atau menciderai internet users atau individu dan kelompok di dunia nyata. Diantara aksi-aksi Hacktivism yang dikenal umum oleh masyarakat global adalah DDoS Attack, Political Defacement/Cracking, penyerangan email, Hacking and Computer Breaks-in, serta penyebaran virus komputer dan worm (I LOVE U Virus).
Cybercrime
Cybercrime menurut European Commission secara definisi “criminal offences commited by means of electronic communication networks and information system or againts such networks and systems”, yang digolongkan sebagai aksi Cybermafia jika kelompok penjahat dunia maya tersebut terorganisir. Kegiatan kriminalitas siber kelas dunia salah satunya seperti yang terjadi ditahun 2001 ketika 150 expert internet users melakukan rapat di Eropa bagian Timur tepatnya Ukraina untuk membentuk suatu organisasi kriminal ‘CarderPlanet’ dibawah pimpinan Dmitry Glubov sebagai ‘the Godfather’ dengan pemahaman dasar bahwa internet mampu menciptakan kesempatan money laundry dan profit making. Kelompok yang tergolong mafiacyber ini mengorganisir pencurian data kartu kredit lalu menjualnya melalui aksinya yang dikenal dengan ‘trafficking banking data.’
Cyberterrorism
Cyberterrorism adalah bentuk extreme lain dalam terminologi dunia modern yang melibatkan aksi-aksi dengan teknologi untuk tujuan politis lewat aksi kriminalitas maya seperti penyerangan sistem komputer, networks, yang tujuannya membahayakan, merugikan bahkan dapat menciderai kehidupan manusia dan mengancam keamanan nasional suatu negara. Diantara aksi mereka seperti mencari kelemahan (vulnerability) dalam sistem kontrol transportasi (traffic control system) target.
Mengutip satu definisi umum, menurut agen FBI Mark Pollitt ‘cyberterrorism is the premeditated, politically motivated attack againts information, computer systems, computer programs, and data which result in violence againts noncombatant targets by subnational groups or clandestine agents. Ditambahkan Danning, pakar cyber-politics, bahwa aksi-aksi terorisme melalui dunia cyber dapat menyebabkan kerugian-kerugian yang sangat serius, bisa berupa kesulitan ekonomi sampai dengan menghilangkan kekuasaan suatu Pemerintahan atau membuat collaps Perusahaan target di suatu negara.
Diawal-awal kemunculannya salah satu aksi cyberterrorism yang menyita banyak perhatian dunia global diantaranya yang terjadi di Jepang tahun 1995 dimana sebuah software yang disusupkan terroris berhasil mengacaukan jalur transportasi di Tokyo yang membunuh 12 orang dan melukai lebih dari 6000 orang.
Cyberwarfare
Aksi-aksi diatas tidak jauh berbeda dengan ‘Cyberwarfare’ dalam terminology Cyber-Politics yang belakangan ini semakin marak diperbincangkan dan dipromosikan media-media di penjuru dunia, terutama semenjak penyerangan stuxnet ke Instalasi Pengayaan Uranium Iran.
Istilah-istilah seperti Aurora, Stuxnet, Ghosnet sampai Wikileaks Takedown dan semua konsepsi global terkait digunakannya technology hacking komputer untuk tujuan-tujuan politik dalam format Perang Dunia Maya, disinilah pembahasan Cyber-Warfare sesunggungguhnya dapat difokuskan.
Cyberwarfare atau Perang Cyber adalah aksi-aksi dunia maya yang melibatkan penggunaan teknik hacking komputer didasari oleh kepentingan-kepentingan Pemerintah suatu negara untuk tujuan-tujuan politik (ekonomi-sosial, dll) melalui aksi-aksi spionase atau sabotase sampai otoritas ‘system remote’ terhadap komputer target, yang dapat merugikan dan menimbulkan kerusakan yang signifikan.
Sumber :http://www.binushacker.net/hakctivism-cybercrime-cyberterrorism-cyberwarfare.html
Oleh: Nofia FITRI
Nofia FITRI adalah Mahasiswi Program Master Hubungan Internasional (EMU/Turki), author untuk ‘Democracy Discourses through the Internet Communication’, ‘Refleksi Wikileaks: Hacktivism dan Politik Global’, dan ‘Cyber-Politics: Perang Dunia Maya dan Tantangan Dunia Masa Depan.’
Nofia FITRI adalah Mahasiswi Program Master Hubungan Internasional (EMU/Turki), author untuk ‘Democracy Discourses through the Internet Communication’, ‘Refleksi Wikileaks: Hacktivism dan Politik Global’, dan ‘Cyber-Politics: Perang Dunia Maya dan Tantangan Dunia Masa Depan.’
JENIS-JENIS CYBERCRIME
1).CARDING
1).CARDING
Carding adalah berbelanja
menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain, yang diperoleh secara
ilegal, biasanya dengan mencuri data di internet.
2).HACKING
Hacking adalah kegiatan menerobos
program komputer milik orang/pihak lain. Hacker adalah orang yang gemar ngoprek
komputer, memiliki keahlian membuat dan membaca program tertentu, dan terobsesi
mengamati keamanan (security)-nya.
3).CRACKING
Cracking adalah hacking untuk tujuan
jahat. Sebutan untuk “cracker” adalah “hacker” bertopi hitam (black hat
hacker).
4).DEFACING
Defacing adalah kegiatan mengubah
halaman situs/website pihak lain, seperti yang terjadi pada situs Menkominfo
dan Partai Golkar, BI baru-baru ini dan situs KPU saat pemilu 2004 lalu.
Tindakan deface ada yang semata-mata iseng, unjuk kebolehan, pamer kemampuan
membuat program, tapi ada juga yang jahat, untuk mencuri data dan dijual kepada
pihak lain.
5).PHISING
Phising adalah kegiatan memancing
pemakai komputer di internet (user) agar mau memberikan informasi data diri
pemakai (username) dan kata sandinya (password) pada suatu website yang sudah
di-deface. Phising biasanya diarahkan kepada pengguna online banking. Isian
data pemakai dan password yang vital
6).SPAMMING
Spamming adalah pengiriman berita
atau iklan lewat surat elektronik (e-mail) yang tak dikehendaki
7).MALWARE
Malware adalah program komputer yang
mencari kelemahan dari suatu software. Umumnya malware diciptakan untuk
membobol atau merusak suatu software atau operating system. Malware terdiri
dari berbagai macam, yaitu: virus, worm, trojan horse, adware, browser
hijacker, dll.
Sumber : http://tanggoyayangalpasera.blogspot.com/2012/10/pengertian-cyber-crime.html
Contoh Kasus
Kasus 1 Tentang Pornografi :
Kasus ini terjadi saat ini dan
sedang dibicarakan banyak orang, kasus video porno Ariel “PeterPan” dengan Luna
Maya dan Cut Tari, video tersebut di unggah di internet oleh seorang yang
berinisial ‘RJ’ dan sekarang kasus ini sedang dalam proses.
Pada kasus tersebut, modus sasaran
serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau
kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut.
Penyelesaian kasus ini pun dengan
jalur hukum, penunggah dan orang yang terkait dalam video tersebut pun turut
diseret pasal-pasal sebagai berikut, Pasal 29 UURI No. 44 th 2008 tentang
Pornografi Pasal 56, dengan hukuman minimal 6 bulan sampai 12 tahun. Atau
dengan denda minimal Rp 250 juta hingga Rp 6 milyar. Dan atau Pasal 282 ayat 1
KUHP.
Pengaturan pornografi melalui
internet dalam UU ITE
Dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik juga tidak ada istilah pornografi, tetapi “muatan
yang melanggar kesusilaan”. Penyebarluasan muatan yang melanggar kesusilaan
melalui internet diatur dalam pasal 27 ayat (1) UU ITE mengenai Perbuatan yang
Dilarang, yaitu;
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan.
Pelanggaran terhadap pasal 27 ayat
(1) UU ITE dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda
paling banyak Rp1 milyar (pasal 45 ayat [1] UU ITE).
Dalam pasal 53 UU ITE, dinyatakan
bahwa seluruh peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelumnya dinyatakan
tetap berlaku, selama tidak bertentangan dengan UU ITE tersebut.
Bunyi pasal 29 UU RI NO. 44 tahun
2008 tentang pornografi:
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak,
menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Pasal 282 KUHP berbunyi:
Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di
muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar
kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau
ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut,
memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau
memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan
mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa
diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau
pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.”Dari kabar yang
beredar di Mabes Polri, bahwa Luna dan Tari sudah menyandang predikat tersangka
sejak beberapa hari lalu.
Sumber : www.hukumonline.com
Kasus 2 Tentang Hacking :
Istilah hacker biasanya mengacu pada
seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara
detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering
melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh
dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang memanfaatkan
kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di internet
memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang
lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan
target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service).
Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash)
sehingga tidak dapat memberikan layanan.
Pada kasus Hacking ini biasanya
modus seorang hacker adalah untuk menipu atau mengacak-acak data sehingga
pemilik tersebut tidak dapat mengakses web miliknya. Untuk kasus ini Pasal 406
KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik
orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat
digunakan sebagaimana mestinya.
Bunyi pasal 406 KUHP :
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan,
merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang
seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah.
Kasus 3 Tentang Carding :
Carding, salah satu jenis cyber
crime yang terjadi di Bandung sekitar Tahun 2003. Carding merupakan kejahatan
yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan
dalam transaksi perdagangan di internet. Para pelaku yang kebanyakan remaja
tanggung dan mahasiswa ini, digerebek aparat kepolisian setelah beberapa kali berhasil
melakukan transaksi di internet menggunakan kartu kredit orang lain. Para
pelaku, rata-rata beroperasi dari warnet-warnet yang tersebar di kota Bandung.
Mereka biasa bertransaksi dengan menggunakan nomor kartu kredit yang mereka
peroleh dari beberapa situs. Namun lagi-lagi, para petugas kepolisian ini
menolak menyebutkan situs yang dipergunakan dengan alasan masih dalam
penyelidikan lebih lanjut.
Modus kejahatan ini adalah
pencurian, karena pelaku memakai kartu kredit orang lain untuk mencari barang
yang mereka inginkan di situs lelang barang. Karena kejahatan yang mereka
lakukan, mereka akan dibidik dengan pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang
penipuan, Pasal 363 tentang Pencurian dan Pasal 263 tentang Pemalsuan
Identitas.
Bunyi dari pasal 378 KUHP yang
memuat tentang tindakan penipuan adalah sebagai berikut :
Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memakai nama/
keadaan palsu dengan tipu muslihat agar memberikan barang membuat utang atau menghapus
utang diancam karena penipuan dengan pidana penjara maksimum 4 tahun.
Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan
surat yang berbunyi bahwa:
barang siapa membuat secara palsu
atau memalsukan sesuatu yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau suatu
pembebasan utang atau yang diperuntukkan sebagai bukti suatu bagi suatu
tindakan, dengan maksud untuk menggunakan atau menyuruh orang lain
menggunakannnya seolah-olah asli dan tidak palsu, jika karena penggunaan itu
dapat menimbulkan suatu kerugian, diancam karena pemalsuan surat dengan pidana
penjara maksimum enam tahun; diancam dengan pidana yang sama barang siapa
dengan sengaja dengan sengaja menggunakan surat yang isinya secara palsu dibuat
atau yang dipalsukan tersebut, seolah-olah asli dan tidak palsu jika karena itu
menimbulkan kerugian.
Kasus 4 Tentang Cybersquatting
:
Cybersquatting adalah mendaftar,
menjual atau menggunakan nama domain dengan maksud mengambil keuntungan dari
merek dagang atau nama orang lain. Umumnya mengacu pada praktek membeli nama
domain yang menggunakan nama-nama bisnis yang sudah ada atau nama orang orang
terkenal dengan maksud untuk menjual nama untuk keuntungan bagi bisnis mereka .
Contoh kasus cybersquatting, Carlos Slim, orang terkaya di dunia itu pun kurang
sigap dalam mengelola brandingnya di internet, sampai domainnya diserobot orang
lain. Beruntung kasusnya bisa digolongkan cybersquat sehingga domain
carlosslim.com bisa diambil alih. Modusnya memperdagangkan popularitas
perusahaan dan keyword Carlos Slim dengan cara menjual iklan Google kepada para
pesaingnya. Penyelesaian kasus ini adalah dengan menggunakan prosedur
Anticybersquatting Consumer Protection Act (ACPA), memberi hak untuk pemilik
merek dagang untuk menuntut sebuah cybersquatter di pengadilan federal dan mentransfer
nama domain kembali ke pemilik merek dagang. Dalam beberapa kasus,
cybersquatter harus membayar ganti rugi uang.
Untuk kasus-kasus cybersquatting
dengan menggunakan pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Pidana Umum, seperti
misalnya pasal 382 bis KUHP tentang Persaingan Curang, pasal 493 KUHP tentang
Pelanggaran Keamanan Umum Bagi Orang atau Barang dan Kesehatan Umum, pasal 362
KUHP tentang Pencurian, dan pasal 378 KUHP tentang Penipuan; dan
Pasal 22 dan 60 Undang-undang Nomor
36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi untuk tindakan domain hijacking.
Kasus 5 Tentang Perjudian Online :
Perjudian online, pelaku menggunakan
sarana internet untuk melakukan perjudian. Seperti yang terjadi di Semarang,
Desember 2006 silam. Para pelaku melakukan praktiknya dengan menggunakan system
member yang semua anggotanya mendaftar ke admin situs itu, atau menghubungi HP
ke 0811XXXXXX dan 024-356XXXX. Mereka melakukan transaki online lewat internet
dan HP untuk mempertaruhkan pertarungan bola Liga Inggris, Liga Italia dan Liga
Jerman yang ditayangkan di televisi. Untuk setiap petaruh yang berhasil menebak
skor dan memasang uang Rp 100 ribu bisa mendapatkan uang Rp 100 ribu, atau bisa
lebih. Modus para pelaku bermain judi online adalah untuk mendapatkan uang
dengan cara instan. Dan sanksi menjerat para pelaku yakni dikenakan pasal 303
tentang perjudian dan UU 7/1974 pasal 8 yang ancamannya lebih dari 5 tahun.
PASAL 303 KUHP Tentang PERJUDIAN
(1) Diancam dengan pidana penjara
paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta
rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin:
1. dengan sengaja menawarkan atau
memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai pencarian,
atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu;
2. dengan sengaja menawarkan atau
memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja
turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk
menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata-cara;
3. menjadikan turut serta pada
permainan judi sebagai pencarian
(2) Kalau yang bersalah melakukan
kejahatan tersebut dalam menjalakan pencariannya, maka dapat dicabut hak nya
untuk menjalankan pencarian itu.
(3) Yang disebut permainan judi
adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung
bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau
lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan
atau permainanlain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut
berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.
Kasus judi online seperti yang
dipaparkan diatas setidaknya bisa dijerat dengan 3 pasal dalam UU Informasi dan
Transaksi Elektonik (ITE) atau UU No. 11 Tahun 2008.
Selain dengan Pasal 303 KUHP menurut
pihak Kepolisian diatas, maka pelaku juga bisa dikenai pelanggaran Pasal 27
ayat 2 UU ITE, yaitu “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
perjudian”. Oleh karena pelanggaran pada Pasal tersebut maka menurut Pasal 43
ayat 1, yang bersangkutan bisa ditangkap oleh Polisi atau “Selain Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang
tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik”.
Sementara sanksi yang dikenakan
adalah Pasal 45 ayat 1, yaitu “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Sumber : Judionlinebsi.blogspot.com
Kasus 6 tentang Mencemarkan diri pribadi
orang lain dalam ranah internet :
Prita Mulyasari adalah seorang ibu
rumah tangga, mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra
Tangerang. Saat dirawat di Rumah Sakit tersebut Prita tidak mendapat kesembuhan
namun penyakitnya malah bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan
keterangan yang pasti mengenai penyakit Prita, serta pihak Rumah Sakitpun tidak
memberikan rekam medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian Prita Mulyasari
mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat elektronik yang
kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak
Rumah Sakit Omni Internasional marah, dan merasa dicemarkan.
Lalu RS Omni International
mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya Prita Mulyasari sudah
diputus bersalah dalam pengadilan perdata. Dan waktu itupun Prita sempat
ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena
dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kasus ini kemudian banyak menyedot perhatian
publik yang berimbas dengan munculnya gerakan solidaritas “Koin Kepedulian
untuk Prita”. Pada tanggal 29 Desember 2009, Ibu Prita Mulyasari divonis Bebas
oleh Pengadilan Negeri Tangerang. (kasus yang telah terjerat Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2008, Pasal 27 ayat 3 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE)).
Kemudian hampir di akhir tahun 2009
muncul kembali kasus yang terjerat oleh UU No. 11 pasal 27 ayat 3 tahun 2008
tentang UU ITE yang dialami oleh artis cantik kita yaitu Luna Maya. Kasus yang
menimpa Luna Maya kini menyedot perhatian publik. Apalagi Luna Maya juga
sebagai publik figur, pasti akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Kasus ini berawal dari tulisan Luna Maya dalam akun twitter yang menyebutkan
“infotainment derajatnya lebih hina dari pada pelacur dan pembunuh”. Sebenarnya
hal itu tidak perlu untuk ditulis dalam akun Twitternya, karena hal tersebut
terlalu berlebihan apalagi disertai dengan pelontaran sumpah serapah yang menghina
dan merendahkan profesi para pekerja infotainment. (kasus yang telah terjerat
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008, Pasal 27 ayat 3 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE))
Bunyi pasal tersebut adalah sebagai
berikut:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran
nama.
Kasus 7 tentang Asusila dalam media
elektronik
Aktor Taura Denang Sudiro alias Tora
Sudiro dan Darius Sinathrya, mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Polda Metro
Jaya untuk membuat laporan penyebaran dan pendistribusian gambar atau foto
hasil rekayasa yang melanggar kesusilaan di media elektronik.
"Saya membuat laporan, sesuai
apa yang saya lihat di media twitter. Sebenarnya, saya sudah melihat gambar itu
bertahun-tahun lalu. Awalnya biasa saja, namun sekarang anak saya sudah gede,
nenek saya juga marah-marah. Padahal sudah dijelaskan kalau itu adalah
editan," ujar Tora, di depan Gedung
Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Polda Metro Jaya, Rabu (15/5).
Ia melanjutkan, pihaknya memutuskan
untuk membuat laporan dengan nomor TBL/1608//V/2013/PMJ/Dit Krimsus, tertanggal
15 Mei 2013, karena penyebaran foto asusila itu kian ramai dan mengganggu
privasinya.
"Saya merasa dirugikan.
Sekarang juga kembali ramai (penyebarannya), Darius juga terganggu. Akhirnya
kami memutuskan untuk membuat laporan. Pelakunya belum tahu siapa, namun kami
sudah meminta polisi untuk menelusurinya," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Darius,
menyampaikan dirinya juga sudah mengetahui beredarnya foto rekayasa adegan syur
sesama jenis itu, sejak beberapa tahun lalu.
"Sudah tahu gambar itu,
beberapa tahun lalu. Awalnya saya cuek, mungkin kerjaan orang iseng saja.
Namun, sekarang banyak teman-teman di daerah menerima gambar itu via broadcast
BBM. Bahkan, anak kecil saja bisa melihat. Ini yang sangat mengganggu
saya," jelasnya.
Darius yang merupakan saksi dan
korban dalam laporan itu menambahkan, banyak teman-teman daerah memintanya
untuk mengklarifikasi apakah benar atau tidak foto itu. "Ya, jelas foto
ini palsu. Makanya kami laporkan," katanya.
Sementara itu, Kasubdit Cyber Crime
Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Audie Latuheru, menuturkan berdasarkan
penyeledikan sementara, disimpulkan jika foto itu merupakan rekayasa atau
editan.
"Kami baru melakukan
penyelidikan awal dan menyimpulkan ini foto editan, bukan foto asli. Hanya
kepala mereka (Tora, Darius dan Mike) dipasang ke dalam gambar asli, kemudian
ditambahkan pemasangan poster Film Naga Bonar untuk menguatkan karakter itu
benar-benar Tora. Selain itu tak ada yang diganti. Editor tidak terlalu bekerja
keras (mengubah), karena hampir mirip gambar asli," paparnya.
Langkah selanjutnya, kata Audie,
pihaknya bakal segera melakukan penelusuran terkait siapa yang memposting
gambar itu pertama kali.
"Kami akan mencoba menelusuri
siapa yang mengedit dan memposting gambar itu pertama kali. Ini diedit
kira-kira 3 tahun lalu, tahun 2010. Kesulitan melacak memang ada, karena
terkendala waktu yang sudah cukup lama. Jika pelaku tertangkap, ia bakal
dijerat Pasal 27 Ayat (1) Jo Pasal 45 Ayat (1) UU RI 2008, tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik,"
tegasnya.
Diketahui, sebuah foto rekayasa
adegan syur sesama jenis yang menampilkan wajah Tora Sudiro, Darius Sinathrya
dan Mike (mantan VJ MTV), beredar di dunia maya. Nampak adegan oral seks di
dalam foto itu.
Sumber : http://www.beritasatu.com/hiburan/113924-tora-dan-darius-laporkan-penyebar-foto-rekayasa-adegan-syurnya-ke-polisi.html
Kasus 8 tentang Pencemaran
nama baik di media elektronik
Suami Inggrid Kansil, Syarief Hasan
tak main-main dengan kicauan yang dilontarkan TrioMacan2000 di Twitter.
Berbagai pasal sudah disiapkan polisi untuk menjerat pemilik akun anonim
tersebut.
"Saya secara resmi melaporkan
akun TrioMacan2000 yang telah mencemarkan nama baik saya dan keluarga dengan
melakukan kejahatan elektronik informasi teknologi," tandas Syarief usai membuat laporan di Polda Metro Jaya,
Kamis (16/5) petang.
Dalam laporannya, Menteri Koperasi
dan UKM itu membawa bukti berupa print-out kicauan TrioMacan2000 di Twitter.
"Saya ingin buktikan secara clear, bahwa ini betul-betul fitnah. Dan ini
kita harus berantas dan lawan," sebut dia.
TrioMacan2000 dilaporkan dengan
pasal berlapis yaitu pasal 310, 311 KUHP dan 27 UU ITE tentang fitnah dan
pencemaran nama baik. "Hukumannya 6 tahun," tegas
Syarief.
Syarief mengaku terpaksa menempuh kasus
ini hingga ke Polda Metro Jaya. Ia berharap, ke depannya tak ada lagi kasus
serupa seperti yang menimpa keluarganya.
"Ini kan merusak nama baik saya
dan keluarga, menyebarkan fitnah. Ini tidak boleh terjadi. Saya harap saya dan
keluarga yang terakhir. Pihak kepolisian akan tuntut sampai tuntas. Apalagi
saya dengar ini mudah dilacak,"
tutup Syarief.
Sumber: http://showbiz.liputan6.com/read/588506/fitnah-inggrid-kansil-triomacan2000-dituntut-6-tahun-penjara
Kasus 9 tentang penipuan loker pada
media elektronik
Pada awal bulan Desember 2012
tersangka MUHAMMAD NURSIDI Alias CIDING Alias ANDY HERMANSYAH Alias FIRMANSYAH
Bin MUHAMMAD NATSIR D melalui alamat website http://lowongan-kerja.tokobagus.com/hrd-rekrutmen/lowongan-kerja-adaro-indonesia4669270.html mengiklankan
lowongan pekerjaan yang isinya akan menerima karyawan dalam sejumlah posisi
termasuk HRGA (Human Resource-General Affairs) Foreman dengan menggunakan nama
PT. ADARO INDONESIA.
Pada tanggal 22 Desember 2012 korban
kemudian mengirim Surat Lamaran Kerja, Biodata Diri (CV) dan pas Foto Warna
terbaru ke email hrd.adaro@gmail.com milik tersangka, setelah e-mail tersebut
diterima oleh tersangka selanjutnya tersangka membalas e-mail tersebut dengan
mengirimkan surat yang isinya panggilan seleksi rekruitmen karyawan yang
seakan-akan benar jika surat panggilan tersebut berasal dari PT. ADARO
INDONESIA, di dalam surat tersebut dicantumkan waktu tes, syarat-syarat yang
harus dilaksanakan oleh korban, tahapan dan jadwal seleksi dan juga nama-nama
peserta yang berhak untuk mengikuti tes wawancara PT. ADARO INDONESIA, selain
itu untuk konfirmasi korban diarahkan untuk menghubungi nomor HP. 085331541444
via SMS untuk konfirmasi kehadiran dengan formatADARO#NAMA#KOTA#HADIR/TIDAK dan
dalam surat tersebut juga dilampirkan nama Travel yakni OXI TOUR & TRAVEL
untuk melakukan reservasi pemesanan tiket serta mobilisasi (penjemputan peserta
di bandara menuju ke tempat pelaksanaan kegiatan) dengan penanggung jawab
FIRMANSYAH, Contact Person 082 341 055 575.
Selanjutnya korban kemudian
menghubungi nomor HP. 082 341 055 575 dan diangkat oleh tersangka yang mengaku
Lk. FIRMANSYAH selaku karyawan OXI TOUR & TRAVEL yang mengurus masalah
tiket maupun mobilisasi (penjemputan peserta di bandara menuju ke tempat
pelaksanaan kegiatan) PT. ADARO INDONESIA telah bekerja sama dengan OXI TOUR
& TRAVEL dalam hal transportasi terhadap peserta yang lulus seleksi
penerimaan karyawan, korbanpun kemudian mengirimkan nama lengkap untuk
pemesanan tiket dan alamat email untuk menerima lembar tiket melalui SMS ke
nomor HP. 082 341 055 575 sesuai dengan yang diminta oleh tersangka, adapun
alamat e-mail korban yakni lanarditenripakkua@gmail.com.
Setelah korban mengirim nama lengkap
dan alamat email pribadi, korban kemudian mendapat balasan sms dari nomor yang
sama yang berisi total biaya dan nomor rekening. Isi smsnya adalah “Total biaya
pembayaran IDR 2.000.00,- Silakan transfer via BANK BNI no.rek:0272477663
a/n:MUHAMMAD FARID” selanjutnya korbanpun kemudian mentransfer uang sebesar Rp.
2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk pembelian tiket, setelah mentransfer uang
korban kembali menghubungi Lk. FIRMANSYAH untuk menanyakan kepastian pengiriman
tiketnya, namun dijawab oleh tersangka jika kode aktivasi tiket
harus Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Polisi, Endi Sutendi
mengatakan bahwa dengan adanya kecurigaan setelah tahu jika aktivasinya
dilakukan dengan menu transfer. Sehingga pada hari itu juga Minggu tanggal 23
Desember 2012 korban langsung melaporkan kejadian tersebut di SPKT Polda Sulsel.
Dengan Laporan Polisi Nomor : LP / 625 / XII / 2012 / SPKT, Tanggal 23 Desember
2012, katanya.
Menurut Endi adapun Nomor HP. yang
digunakan oleh tersangka adalah 082341055575 digunakan sebagai nomor Contact
Person dan mengaku sebagai penanggung jawab OXI TOUR & TRAVEL, 085331541444
digunakan untuk SMS Konfirmasi bagi korban dan 02140826777 digunakan untuk
mengaku sebagai telepon kantor jika korban meminta nomor kantor PT. ADARO
INDONESIA ataupun OXI TOUR & TRAVEL, paparnya.
Sehingga Penyidik dari Polda Sulsel
menetapkan tersangka yakni MUHAMMAD NURSIDI Alias CIDING Alias ANDY
HERMANSYAH Alias FIRMANSYAH Bin MUHAMMAD NATSIR D, (29) warga Jl. Badak No. 3 A
Pangkajene Kab. Sidrap. dan Korban SUNARDI H Bin HAWI,(28)warga Jl. Dg. Ramang
Permata Sudiang Raya Blok K. 13 No. 7 Makassar. Dan menurut Endi pelaku
dijerat hukuman Pasal 28 ayat (1) Jo. Pasal 45 ayat (2) UU RI No. 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektonik Subs. Pasal 378 KUHPidana.
Sumber Contoh Kasus : http://etikanama.blogspot.com/2013/05/contoh-kasus-cyber-crime-di-indonesia.html
Tidak ada komentar
Posting Komentar